Cheng Ho
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Cheng Ho atau
Zheng He (
Hanzi tradisional:鄭和,
Hanzi sederhana: 郑和 ,
Hanyu Pinyin:
Zhèng Hé,
Wade-Giles:
Cheng Ho; nama asli: 马三宝
Hanyu Pinyin: Ma Sanbao; nama Arab:
Haji Mahmud Shams) (
1371 -
1433), adalah seorang pelaut dan penjelajah
Tiongkok terkenal yang melakukan beberapa penjelajahan antara tahun
1405 hingga
1433.
Biografi
Cheng Ho adalah seorang
kasim Muslim yang menjadi orang kepercayaan
Kaisar Yongle dari Tiongkok (berkuasa tahun 1403-1424), kaisar ketiga dari
Dinasti Ming. Nama aslinya adalah Ma He, juga dikenal dengan sebutan Ma Sanbao (馬 三保)/Sam Po Bo
[1] , berasal dari provinsi
Yunnan. Ketika pasukan Ming menaklukkan Yunnan,
Cheng Ho
ditangkap dan kemudian dijadikan orang kasim. Ia adalah seorang bersuku
Hui, suku bangsa yang secara fisik mirip dengan suku Han, namun
beragama Islam.
Cheng Ho berlayar ke
Malaka pada abad ke-15.
Pada tahun
1424, kaisar Yongle wafat. Penggantinya,
Kaisar Hongxi (berkuasa tahun
1424-
1425, memutuskan untuk mengurangi pengaruh kasim di lingkungan kerajaan. Cheng Ho melakukan satu ekspedisi lagi pada masa kekuasaan
Kaisar Xuande (berkuasa 1426-1435).
Penjelajahan
Cheng Ho melakukan ekspedisi ke berbagai daerah di
Asia dan
Afrika, antara lain:
Karena beragama
Islam, para temannya mengetahui bahwa Cheng Ho sangat ingin melakukan
Haji ke
Mekkah seperti yang telah dilakukan oleh
almarhum ayahnya, tetapi para
arkeolog dan para
ahli sejarah belum mempunyai bukti kuat mengenai hal ini. Cheng Ho melakukan ekspedisi paling sedikit tujuh kali dengan menggunakan kapal
armadanya.
Pelayaran
Peta Kangnido (1402) sebelum Pelayaran Cheng Ho dan diperkirakan ia memiliki informasi geografi detail pada sebagian besar
Dunia Lama.
Pelayaran |
Waktu |
Daerah yang dilewati[2] |
Pelayaran ke-1 |
1405-1407 |
Champa, Jawa, Palembang, Malaka, Aru, Sumatra, Lambri, Ceylon, Kollam, Cochin, Calicut |
Pelayaran ke-2 |
1407-1408 |
Champa, Jawa, Siam, Sumatra, Lambri, Calicut, Cochin, Ceylon |
Pelayaran ke-3 |
1409-1411 |
Champa, Java, Malacca, Sumatra, Ceylon, Quilon, Cochin, Calicut, Siam, Lambri, Kaya, Coimbatore, Puttanpur |
Pelayaran ke-4 |
1413-1415 |
Champa, Java, Palembang, Malacca, Sumatra, Ceylon, Cochin, Calicut, Kayal, Pahang, Kelantan, Aru, Lambri, Hormuz, Maladewa, Mogadishu, Brawa, Malindi, Aden, Muscat, Dhufar |
Pelayaran ke-5 |
1416-1419 |
Champa, Pahang, Java, Malacca, Sumatra, Lambri, Ceylon, Sharwayn, Cochin, Calicut, Hormuz, Maldives, Mogadishu, Brawa, Malindi, Aden |
Pelayaran ke-6 |
1421-1422 |
Hormuz, Afrika Timur, negara-negara di Jazirah Arab |
Pelayaran ke-7 |
1430-1433 |
Champa, Java, Palembang, Malacca, Sumatra, Ceylon, Calicut, Hormuz... (17 politics in total) |
Cheng Ho memimpin tujuh ekspedisi ke tempat yang disebut oleh orang China
Samudera Barat (
Samudera Indonesia). Ia membawa banyak hadiah dan lebih dari 30 utusan kerajaan ke China - termasuk Raja
Alagonakkara dari
Sri Lanka, yang datang ke China untuk meminta maaf kepada Kaisar.
Catatan perjalanan Cheng Ho pada dua pelayaran terakhir, yang
diyakini sebagai pelayaran terjauh, sayangnya dihancurkan oleh Kaisar
Dinasti ching
Armada
Armada
ini terdiri dari 27.000 anak buah kapal dan 307 (armada) kapal laut.
Terdiri dari kapal besar dan kecil, dari kapal bertiang layar tiga
hingga bertiang layar sembilan buah. Kapal terbesar mempunyai panjang
sekitar 400
feet atau 120 meter dan lebar 160
feet atau 50 meter. Rangka layar kapal terdiri dari bambu
Tiongkok.
Selama berlayar mereka membawa perbekalan yang beragam termasuk
binatang seperti sapi, ayam dan kambing yang kemudian dapat disembelih
untuk para anak buah kapal selama di perjalanan. Selain itu, juga
membawa begitu banyak bambu
Tiongkok sebagai
suku cadang rangka tiang kapal berikut juga tidak ketinggalan membawa kain
Sutera untuk dijual.
Dalam ekspedisi ini, Cheng Ho membawa balik berbagai penghargaan dan utusan lebih dari 30 kerajaan - termasuk Raja
Alagonakkara dari
Sri Lanka,
yang datang ke Tiongkok untuk meminta maaf kepada kaisar Tiongkok. Pada
saat pulang Cheng Ho membawa banyak barang-barang berharga diantaranya
kulit dan getah pohon
Kemenyan, batu permata (
ruby,
emerald dan lain-lain) bahkan beberapa orang
Afrika,
India dan
Arab sebagai bukti perjalanannya. Selain itu juga membawa pulang beberapa binatang asli
Afrika termasuk sepasang
jerapah sebagai hadiah dari salah satu
Raja Afrika, tetapi sayangnya satu jerapah mati dalam perjalanan pulang.
Rekor
Majalah
Life menempatkan laksamana Cheng Ho sebagai nomor 14 orang terpenting dalam milenium terakhir. Perjalanan Cheng Ho ini menghasilkan
Peta Navigasi Cheng Ho
yang mampu mengubah peta navigasi dunia sampai abad ke-15. Dalam buku
ini terdapat 24 peta navigasi mengenai arah pelayaran, jarak di lautan,
dan berbagai pelabuhan.
Cheng Ho adalah penjelajah dengan
armada
kapal terbanyak sepanjang sejarah dunia yang pernah tercatat. Juga
memiliki kapal kayu terbesar dan terbanyak sepanjang masa hingga saat
ini. Selain itu beliau adalah pemimpin yang arif dan bijaksana,
mengingat dengan armada yang begitu banyaknya beliau dan para anak
buahnya tidak pernah menjajah
negara atau
wilayah dimanapun tempat para armadanya merapat.
Semasa di
India termasuk ke
Kalkuta, para anak buah juga membawa
seni beladiri lokal yang bernama
Kallary Payatt yang mana setelah dikembangkan di negeri
Tiongkok menjadi
seni beladiri Kungfu.
Cheng Ho dan Indonesia
Cheng Ho mengunjungi kepulauan di Indonesia selama tujuh kali. Ketika ke
Samudera Pasai, ia memberi lonceng raksasa "Cakra Donya" kepada Sultan Aceh, yang kini tersimpan di museum
Banda Aceh.
Tahun 1415, Cheng Ho berlabuh di Muara Jati (
Cirebon), dan menghadiahi beberapa cindera mata khas
Tiongkok
kepada Sultan Cirebon. Salah satu peninggalannya, sebuah piring yang
bertuliskan ayat Kursi masih tersimpan di Keraton Kasepuhan Cirebon.
Pernah dalam perjalanannya melalui
Laut Jawa, Wang Jinghong (orang kedua dalam armada Cheng Ho) sakit keras. Wang akhirnya turun di pantai Simongan,
Semarang, dan menetap di sana. Salah satu bukti peninggalannya antara lain
Kelenteng Sam Po Kong (Gedung Batu) serta patung yang disebut Mbah Ledakar Juragan Dampo Awang Sam Po Kong.
Cheng Ho juga sempat berkunjung ke
Kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan raja
Wikramawardhana.
Menurut buku SELAYANG PANDANG SEJARAH MADURA yang dibuat oleh DR
Abdurrahman, DEMPO AWANG tewas dalam pertempuran dengan Pangeran
JOKOTOLE /
Pangeran Secodiningrat III /
Pangeran Setyodiningrat III dari Kerajaan
Sumenep.
Dempo Awang beserta perahunya hancur luluh ketanah tepat di atas
Bancaran (artinya, bâncarlaan), Bangkalan. Sementara Piring Dampo Awang
jatuh di Ujung Piring yang sekarang menjadi nama desa di Kecamatan Kota
Bangkalan. Sedangkan jangkarnya jatuh di Desa/Kecamatan Socah